Jumat, 17 September 2010

ENTOMOLOGI (TAKSONOMI SERANGGA)

Pendahuluan

Insekta atau serangga merupakan spesies hewan yang jumlahnya paling dominan di antara spesies hewan lain-lainnya dalam filum arthropoda atau binatang ruas. Menurut penafsiran para ahli terdapat 713.500 jenis arthopoda atau sekitar 80 persen dari jenis hewan telah dikenal.

Klasifikasi serangga

Klasifikasi filum arthropoda memiliki 5 kelas yang terpenting diataranya Krustacea, Myriapoda, Insekta, Araknida dan Pentastomida.

Kingdom : Animalia
Fillum : Arthropoda
Kelas :

1. Krustacea
Krustasea termasuk didalamnya udang, kepiting. Kebanyakan hidup didalam air dan bernafas dengan insang. Memiliki 2 pasang antena dan banyak pasang kaki pada torak dan abdomen serta kakinya sering tembus pandang.
Kelas krustasea memiliki 2 subkelas
- Entomostraca, merupakan krustacea kecil.
ordo
• Branchiopoda, ex: Daphria pulex
• Ostracoda, ex: Codona Suburbena
• Copepoda, ex:cyclops
• Cirrepedia, ex: Sacculina

- Malacostraca, merupakan udang besar.
ordo
• Isopoda, ex : Oniscus asellus
• Stomatopoda, ex : Squilla empuss
• Decapoda, ex : Udang, kepiting

2. Arachnida
Kelas ini umumnya ditemukan di dalam tanah maupun permukaan tanah, contohnya laba-laba, kalajengking, tungau, dan caplak.
Arachnida dibagi menjadi 3 ordo.
• Scorpionidea, ex: kalajengling
• Arachnida, ex: laba laba (Araenus) dan kemlanding (Neptilla)
• Acarina, ex: caplak (Sarcoptes scabies) dan tungau (Dermacentor)
3. Myriapoda
Myriapoda berarti hewan berkaki banyak, sering ditemukan di dalam tanah dan permukaan tanah, teruatama di daerah yang mengandung sisa tumbuhan.
Myriapoda dibagi menjadi dua ordo
• Ordo Diplopoda, ex: keluwing atau kaki seribu
• Ordo Chilopoda, ex: kelabang
4. Insecta
Kelas insekta dibedakan menjadi dua subkelas berdasarkan ciri mulut dan sayap
Subkelas Apterygota
• Ordo Thysanura, ex: kutu buku (Lepisma)
Famili-famili
 Lepidotrichideae
 Nicoletiidae
 Lepismatedae
 Machilidae

Subkelas Pterygota
• Ordo Odonata, ex: capung

Ordo ini dibagi menjadi 2 sub ordo Anisoptera dan Zygoptera
Anisoptera terdiri atas famili-famili
o Petaluziidae
o Gomphidae
o Aeshnidae
o Cordulegastridae
o Macromiidae
o Corduliidae
o Libellulidae
• Ordo Orthoptera, ex: belalang, jengkrik

• Ordo Isoptera, ex: laron
• OrdoHemiptera, ex kutu busuk
• Ordo Coleoptera ex: kepik air
• Ordo Lepidoptera ex: kupu-kupu
• Ordo Diptera ex: lalat,Aedes aegypti
• Ordo Siphonoptera ex: kutu kucing
• Ordo Hymenoptera ex: semut dan lebah madu
Berdasarkan metamorfosis



5. Pentastomida
Kelas ini merupakan cacing lidah, sehingga banyak ahli menuliskan secara sistimatis tidak termasuk kedalam filum arthropoda dan masuk kelas Annelida, tetapi karena stadium larvanya memiliki kaki yang bersegmen, maka ada juga memasukkan kedalam filum arthropoda.

Pengertian Ametabola, Heterometanola, Holometabola
Ametabola adalah serangga yang tidak mengalami metamorfosis, contohnya adalah kutu buku (Lepisma)
Heterometabola adalah serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, pada serangga ini mengalami beberapa tahapan yaitu, telur,
nimfa, ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
kemudian Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
Holometabola merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Tahapan dari daur serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah telur – larva – pupa – imago. Larva adalah hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan dewasa. Pupa adalah kepompong dimana pada saat itu serangga tidak melakukan kegiatan, pada saat itu pula terjadi penyempurnaan dan pembentukan organ. Imago adalah fase dewasa atau fase perkembangbiakan.
****















DAFTAR PUSTAKA

Hadi mochamad, dkk.2009 Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu: Yogyakarta.
http//:www.agoos.blogsome.com

Kamis, 16 September 2010

DESAIN PENGOLAHAN LIMBAH

1. DESAIN SARINGAN AIR GAMBUT

Pengolahan air gambut menjadi air sehat bisa digunakan di daerah rawa seperti di Kalimantan dan Sumatera yang mengandung gambut. Untuk itu diperlukan suatu cara pengolahan air gambut yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat di daerah tersebut. Caranya dengan menggunakan pasir sebagai saringan.

BAHAN

1) Air gambut (yang berwarna coklat, kandungan zat organik tinggi; pa rendah;

kesadahan rendah)

2) Zat pengumpul (tanah liat yang berwarna hitam dan berbau busuk)

3) Pasir (diambil 03-1,2 mm)

PEMBUATAN

Proses pengolahannya terdiri dari dua tahap, yaitu:

1) Dalam drum, air gambut dicampur dengan lempung. Setelah diaduk terjadi proses penggumpulan, penyampuran, penyerapan dan pengendapan.

2) Proses penyaringan (filtrasi)

Dalam tabung penyaring, air yang mengalir dari drum mengalami proses filtrasi (fisik dan kimia) sehingga menghasilkan air bersih yang memenuhi persyaratan Departemen Kesehatan RI.

5. PENGGUNAAN

Petunjuk Operasi

1) Air gambut dimasukkan ke dalam drum/tong kira-kira sebanyak 200 liter semua kran dalam keadaan tertutup.

2) Siapkan tanah lempung kira-kira sebanyak 40 sendok makan (1/2 kg), kemudian larutkan dalam ember kecil dengan air kira-kira 2 lt.

3) Masukkan larutan dalam ember tadi ke dalam drum melalui ayakan, kemudian aduk dengan jalan memutar batang pengaduk selama 5-10 menit.

4) Biarkan air dalam drum selama 45-60 menit agar kotoran mengendap.

5) Kran 1 dan 3 dibuka untuk mendapatkan air bersih.

Catatan : Media penyaring harus dalam keadaan terendam air, baik ketika

operasi maupun tidak beroperasi.

6. PEMELIHARAAN

1) Pembersihan Drum

Setiap kali setelah dipakai, drum harus dibersihkan dengan cara :

a. Kran 1 dan 2 ditutup

b. Kran 4 (penguras) dibuka, kemudian dibilas dengan air sampai bersih.

2) Pembersihan Saringan (Filter)

Pembersihan saringan dilakukan paling lama seminggu sekali, atau kalau air yang keluar dari kran 3 sudah mulai keruh/berwarna dengan cara sebagai

berikut :

a. Tutup kran 1,3 dan 4 kemudian buka kran 2 (penguras)

b. Tuangkan air bersih ke dalam tabung filter perlahan-lahan, sampai air

yang keluar dari kran 2 bersih kembali.

7. KEUNTUNGAN

1) Teknologi yang sederhana, diwujudkan dalam bentuk instalasi pengolahan air gambut yang murah, mudah dikelola dan dirawat.

2) Pembuatan instalasi ini masih dapat disederhanakan lagi dengan memanfaatkan bahan-bahan setempat serta dapat dikerjakan sendiri, sehingga biaya pembuatan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

2. DESAIN SARINGAN PASIR

a. saringan pasir lambat

Saringan pasir lambat adalah bak saringan yang menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil, namun mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi.

Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi, sangat lambat, dan simultan pada seluruh

permukaan media. Proses penyaringan merupakan kombinasi antara proses fisis (filtrasi, sedimentasi dan adsorpsi), proses biokimia dan proses biologis. Saringan pasir lambat lebih

cocok mengolah air baku, yang mempunyai kekeruhan sedang sampai rendah, dan konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen) sedang sampai tinggi. Kandungan oksigen

terlarut tersebut dimaksudkan untuk memperoleh proses biokimia dan biologis yang optimal.

Apabila air baku mempunyai kandungan kekeruhan tinggi dan konsentrasi oksigen terlarut rendah, maka sistem saringan pasir lambat membutuhkan pengolahan pendahuluan, yang direncanakan terpisah dari standar ini. Bagi pasir media yang baru pertama kali dipasang dalam bak saringan memerlukan masa operasi penyaringan awal, secara normal dan terus menerus selama waktu kurang lebih tiga bulan. Tujuan operasi awal adalah untuk mematangkan media pasir penyaring dan membentuk lapisan kulit saringan (schmutsdecke), yang kelak akan berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dan proses biologis. Selama proses pematangan, kualitas filtrat atau air hasil olahan dari saringan pasir lambat, biasanya belum memenuhi persyaratan air minum.

Ukuran media pasir saringan yang sangat kecil akan membentuk ukuran pori-pori antara butiran media juga sangat kecil. Meskipun ukuran pori-porinya sangat kecil, ternyata masih belum mampu menahan partikel koloid dan bakteri yang ada dalam air baku. Akan tetapi dengan aliran yang berkelok-kelok melalui pori-pori saringan dan juga lapisan kulit saringan, maka gradien kecepatan yang terjadi memberikan kesempatan pada partikel halus, untuk saling berkontak satu sama lain, dan membentuk gugusan yang lebih besar, yang dapat menahan partikel sampai pada kedalaman tertentu, dan menghasilkan filtrat yang memenuhi persyaratan kualitas air minum.

Sejalan dengan proses penyaringan, bahan pencemar dalam air baku akan bertumpuk dan menebal di atas permukaan media pasir. Setelah melampaui perioda waktu tertentu,

tumpukan tersebut menyebabkan media pasir tidak dapat merembeskan air sebagai mana

mestinya, dan bahkan menyebabkan debit efluen menjadi sangat kecil, dan air yang ada di

dalam bak saringan mengalir melalui saluran pelimpah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa

media pasir penyaring sudah mampat (clogging). Untuk memulihkan saringan yang mampat,

pengelola harus segera mengangkat dan mencuci media pasir menggunakan alat pencuci

pasir. Saringan pasir lambat akan beroperasi secara normal kembali, kurang lebih dua hari

setelah melakukan pengangkatan atau pencucian media pasir.

b. Saringan pasir cepat

Saringan Pasir Cepat (SPC) atau bahasa kerennya Rapid Sand Filter (RSF) merupakan saringan air yang dapat menghasilkan debit air hasil penyaringan yang lebih banyak daripada Saringan Pasir Lambat (SPL). Walaupun demikian saringan ini kurang efektif untuk mengatasi bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. Selain itu karena debit air yang cepat, lapisan bakteri yang berguna untuk menghilangkan patogen tidak akan terbentuk sebaik apa yang terjadi di Saringan Pasir Lambat. Sehingga akan membutuhkan proses disinfeksi kuman yang lebih intensif.

Secara umum bahan lapisan saringan yang digunakan pada Saringan Pasir Cepat sama dengan Saringan Pasir Lambat, yakni pasir, kerikil dan batu. Perbedaan yang terlihat jelas adalah pada arah aliran air ketika penyaringan. Pada Saringan Pasir Lambat arah aliran airnya dari atas ke bawah, sedangkan pada Saringan Pasir Cepat dari bawah ke atas (up flow). Selain itu pada saringan pasir cepat umumnya dapat melakukan backwash atau pencucian saringan tanpa membongkar keseluruhan saringan.

Saringan Pasir Cepat

Seperti halnya air hasil saringan yang lain, air dari hasil saringan pasir cepat ini sebaiknya di disinfeksi dari kuman penyakit terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

6. Gravity-Fed Filtering System

Gravity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari Saringan Pasir Cepat(SPC) dan Saringan Pasir Lambat(SPL). Air bersih dihasilkan melalui dua tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan Saringan Pasir Cepat(SPC). Air hasil penyaringan tersebut dan kemudian hasilnya disaring kembali menggunakan Saringan Pasir Lambat. Dengan dua kali penyaringan tersebut diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih baik. Untuk mengantisipasi debit air hasil penyaringan yang keluar dari Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan beberapa / multi Saringan Pasir Lambat.
Gravity-Fed Filtering System

3. METODE KLORINASI

Kebanyakan penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat pasca bencana atau dalam kedaruratan terkait dengan air minum yang terkontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari mikro organisme atau dari zat kimia, baik yang berasal dari alam atau buatan (tabel 2). Lembar informasi ini terutama membahas masalah yang berkaitan dengan kontaminasi air minum oleh mikro organisma karena hal ini sangat sering terjadi dan dapat dikurangi denga klorinasi. Kontaminasi bahan kimia sulit untuk disingkirkan dan memerlukan pengetahuan dan peralatan yang lebih canggih.

Penyakit yang berkaitan dengan air minum yang terkontaminasi dengan mikro organisme

Diare

Tifoid

Hepatitis

Kolera

Catatan: Air yang terkontaminasi tidak hanya menyebabkan penyakit-penyakit di atas; jumlah air, sanitasi yang buruk dan perilaku kebersihan yang buruk juga berperan.

Beberapa kontaminan kimia pada air yang dapat berbahaya bagi kesehatan

Arsen Florida

Kadmium Timbal

Kromium Merkuri

Sianida

Masyarakat yang tinggal di tempat yang sama selama hidupnya dan selalu minum air yang terkontaminasi dapat mengembangkan kekebalan terhadap kontaminan tersebut sehingga tidak atau sedikit mengalami masalah kesehatan. Namun tidak demikian halnya dengan masyarakat yang terkena bencana. Situasi darurat memiliki tiga efek pada populasi yang saling berkaitan, karena:

Memaksa masyarakat berpindah ke tempat yang baru dimana kualitas air berbeda dari yang biasa mereka minum, sehingga mereka tidak memiliki kekebalan; Memaksa masyarakat hidup di situasi yang buruk, seperti dalam tenda atau penampungan sementara dimana sulit untuk tetap mempertahankan perilaku kebersihan, dan Mempengaruhi pola makan, bahkan seringkali menurunkan kualitas gizinya dan membuat mereka makin rentan terhadap penyakit.

Karena itu bagi masyarakat yang berada pada kondisi darurat, penyediaan air yang berkualitas baik penting.

Terdapat beberapa cara meningkatkan kualitas air minum. Yang tersering adalah pengendapan dan penyaringan yang diikuti oleh disinfeksi (dibahas pada tulisan yang lain). Disinfeksi (pembunuhan mikroorganisme yang berbahaya) dapat dicapai dengan berbagai cara namun yang tersering adalah melalui penambahan klorin. Nmun klorin hanya akan bekerja dengan baik jika air jernih (kotak 1).

Cara kerja klorin dalam membunuh kuman

Penambahan klorin dalam air akan memurnikannya dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman akan mati. Namun demikian proses tersebut hanyak akan berlangsung bila klorin mengalami kontak langsung dengan organisme tersebut. Jika air mengandung lumpur, bakteri dapat bersembunyi di dalamnya dan tidak dapat dicapai oleh klorin.

Klorin membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme. Pada air yang bersuhu lebih tinggi atau sekitar 18oC, klorin harus berada dalam air paling tidak selama 30 menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan. Karena itu biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai cukup waktu untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen.

Efektivitas klorin juga dipengaruhi oleh pH (keasaman) air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih dari 7.2 atau kurang dari 6.8.

Residu klorin

Klorin merupakan zat kimia yang relatif murah dan siap digunakan; begitu dilarutkan dalam air dengan jumlah yang cukup akan merusak sebagian besar kuman penyebab penyakit tanpa membahayakan manusia. Namun demikian saat organisme telah rusak, klorin juga akan habis. Jika klorin yang ditambahkan cukup, setelah semua organisme rusak akan terdapat sisa klorin dalam air yang disebut sebagai klorin bebas Klorin bebas akan tetap berada dalam air sampai hilang di dunia luar atau terpakai untuk membunuh kontaminasi baru.

Karena itu jika kita memeriksa air dan menemukan masih terdapat klorin bebas yang tersisa, hal itu merupakan bukti bahwa sebagai besar organisme dalam air yang berbahaya telah disingkirkan dan air aman diminum. Pengukuran tersebut dinamakan residu klorin.

Pengukuran residu klorin dalam air merupakan metode yang sederhana namun penting untuk memeriksa apakah air yang dikirimkan telah aman untuk diminum.

Kapan dan dimana memeriksa air

Penggunaan klorin yang tersering untuk disinfeksi adalah pada pipa penyediaan air. Klorinasi suplai air secara berkala sulit dilakukan dan biasanya disinfeksi dilakukan setelah perbaikan dan pemeliharaan

Residu klorin biasanya diperiksa pada saat berikut:

• Segera setelah klorin ditambahkan dalam air, untuk menilai apakan proses klorinasi bekerja;

• Pada saluran keluar air ke konsumen yang paling dekat dengan titik klorinasi, untuk memeriksa apakah tingkat residu klorin berada dalam batas yang dapat diterima (0.2-0.5 mg/l); dan

• Pada titik terjauh dari jaringan dimana kemungkinan tingkat residu klorin paling rendah. Jika ditemukan kadar klorin kurang dari 0.2 mg/l mungkin perlu dilakukan penambahan klorin pada daerah pertengahan jaringan.

Perhatian

Semua bentuk klorin berbahaya bagi kesehatan. Hindari kontak dengan kulit dan jangan menghirup uapnya. Klorin harus selalu disimpan pada wadah yang dingin, gelap, kering dan tertutup serta jauh dari jangkauan anak-anak.

Jumlah residu klorin berubah sepanjang siang dan malam. Jika dianggap pipa jaringan selalu berada di bawah tekanan sepanjang hari (kotak 2), pada siang hari akan cenderung lebih banyak residu klorin daripada malam hari. Hal ini karena air akan berada dalam sistem lebih lama pada malam hari (kebutuhan menurun) sehingga terdapat banyak kesempatan bagi air untuk terkontaminasi yang akan menghabiskan residu klorin.

Residu klorin harus diperiksa secara berkala. Jika sistem masih baru atau sedang dalam perbaikan, periksa setiap hari hingga anda yakin bahwa proses klorinasi telah berlangsung secara tepat. Setelah itu periksa seminggu sekali.

Pemeriksaan residu klorin

Pemeriksaan yang tersering adalah uji indikator dpd (dietil parafenilen diamin) dengan menggunakan komparator. Pemeriksaan ini merupakan metoda yang paling cepat dan sederhana untuk memeriksa residu klorin.

Dengan pemeriksaan ini, reagen dalam bentuk tablet ditambahkan pada sampel air hingga air berwarna merah. Kepekatan warna kemudian dibandingkan terhadap warna standar pada grafik untuk menentukan konsentrasi klorin. Semakin pekat warna, semakin tinggi konsentrasi klorin dalam air.

Beberapa alat untuk memeriksa residu klorin dalam air, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2, dapat dibeli dengan mudah. Alat tersebut kecil dan mudah dibawa.

Kepustakaan

WHO (2004) “Guidelines for drinking water quality – 3rd edition”. Geneva

Klorinasi dan suplai yang tidak tetap

Klorinasi pipa jaringan tidak bermanfaat bila suplai air tidak tetap. Kebocoran pada seluruh sistem pipa dan jika suplai air mati, tekanan akan turun dan air yang terkontaminasi akan memasuki pipa melalui celah di dinding pipa. Tingkat residu klorin yang dapat diterima konsumen tidak akan mampu menghadapi kontaminasi tingkat tinggi seperti ini. Semua suplai air yang tidak tetap harus dianggap sebagai terkontaminasi dan lakukan upaya disinfeksi pada tingkat pengguna.

Pengukuran residu klorin

Langkah 1. Letakkan satu tablet dalam kamar periksa (a) dan tambahkan beberapa tetas air yang akan diuji

Langkah 2. Gerus tablet, lalu penuhi kamar (a) dengan air yang akan diuji.

Langkah 3. Masukkan air yang sama yang sedang diuji (tanpa tablet) pada kamar ke dua (b). Ini akan menjadi kontrol pada perbandingan warna.

Langkah 4. Tingkat residu klorin (R) dalam mg klorin per liter air (mg/l) ditentukan dengan membandingkan warna air yang sedang diuji dan telah ditambahkan tablet yang berada di kamar (a) dengan warna standar pada wadah (kamar ke dua)

4. Aerasi

Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah.

Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan kons

entrasi zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik.

Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.

a. cascade aerator

Cascade aerator merupakan suatu proses perputaran dimana selapis tipis aliran air kebawah yang diusahakan sedemikian rupa sehingga saling bertemu. Sistem cascade aerator ini terdiri dari 4-6 tangga, ketinggian masing-masing sekitar 30 cm dengan kapasitas sekitar 0.01 m3/detik. Untuk menghasilkan turbulensi dan meningkatkan efisiensi aerasi, rintangan-rintangan seringkali ditempatkan pada ujung-ujung tiap tangga. Dibandingkan dengan tray aerator, cascade aerator ini memerlukan ruang yang lebih luas namun memiliki headloss lebih rendah. Manfaat yang lain adalah tidak sulit dalam perawatannya.

b.waterfalls

This type of aerator consists of 4-8 trays with per-forated bottoms at intervals of 30-50 cm. Through perforated needed. pipes the water is divided evenly over the upper tray, from where it trickles down at a rate of about 0.02 m3/s per m2 of tray surface. The drop-lets are dispersed and re-collected at each following tray. The trays can be made of any suitable material, such as ferro-cement or plastic plates with holes, small dia-meter plastic pipes or parallel wooden slats. For finer dispersion of the water, the aerator trays can be filled with coarse gravel about 10 cm deep. Sometimes a layer of coke is used that acts as catalyst and promotes the precipitation of iron from the water. A handoperated aeration/filtration unit for treatment of water having high iron and manganese content is shown in figure 13.2.

A type of aerator with similar features is the cascade aerator (Fig. 13.3). Essentially this aerator consists of a flight of 4-6 steps, each about 30 cm high with a capacity of about

0.01 m3/s per metre of width. To produce turbulence and thus pro-mote the aeration

efficiency, obstacles are often set at the edge of each step. Compared with tray aerators,

the space requirements of cascade aerators are some-what larger but the overall head

loss is lower. Another advantage is that no maintenance is

c. cone tray aerator

Cone tray aerators and cascade aerators both work by forming little waterfalls.

Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.

Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.





TUGAS PENYEHATAH AIR DAN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR B

OLEH

FARID NELDI PUTRA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

2010